Dani
Ini adalah kisah seorang anak yang tidak pernah
merasakan kasih sayang dari orang tuanya. Dia dilahirkan sebagai anak pertama
di sebuah keluarga miskin. Kedua orang tuanya adalah perantau yang tidak
memiliki penghasilan tetap, sejak kecil dia diasuh oleh kakek neneknya. Pada usia
satu tahun, dia sudah ditinggal oleh kedua orang tuanya pergi ke kota untuk
mencari nafkah, dia tinggal didesa kecil bersama kakek dan neneknya.
Hingga
usia dua tahun, dia belum pernah merasakan hangatnya kasih sayang orang tuanya,
suatu ketika saat berjalan-jalan, dia melihat anak-anak lain tengah bermain
ditanah lapang bersama orang tua mereka masing-masing. Anak kecil ini merasa
heran dengan apa yang dilihatnya, dalam hati dia berkata,”mengapa aku berbeda? Kenapa aku tidak bisa bermain seperti
mereka?....” dia terus bertanya-tanya dalam hatinya.
Sesampainya
dirumah,dia bertanya pada kakeknya,”mengapa
aku tidak bisa bermain dengan kedua orang tuanya?” ucap anak itu. Mendengar
pertanyaan cucunya, kakek tersebut terdiam, tiada sepatah kata yang keluar dari
mulut sang kakek, kakek itu menangis menatap cucunya. Melihat sang kakek yang
menangis, anak itu makin heran. Mengapa
dia berbeda, mengapa dia tidak bisa bermain seperti anak-anak lain??, Ucap
anak itu dalam hatinya.
Sejak
melihat kakeknya menangis, dia tidak pernah mempertanyakannya lagi, namun
pertanyaan itu tidak hilang begitu saja. Pertanyaan itu masih tersimpan dalam
hatinya hingga dia dewasa. Saat usianya tiga tahun, dia melihat anak-anak lain
berangkat sekolah bersama orang tua mereka.
Kemudian
dia berkata pada kakeknya, dia juga ingin bersekolah seperti anak-anak lain.
Mendengar perkataan cucunya, sang kakek berkata,” Nak dengarkan kakek, usiamu masih belum cukup untuk masuk sekolah”,
mendengar jawaban sang kakek anak itu menangis. Dia terus saja berkata,” aku ingin sekolah, aku ingin sekolah”…sambil
menangis dengan nafas yang tidak teratur, anak itu terus berkata kalau dia
ingin sekolah. Melihat cucunya yang menangis tersedu-sedu, sang nenek
tersentuh, kemudian dia mendekati cucu pertamanya itu, sang nenek menggendong
cucunya, nenek itu berkata,”akan ku antar
kau pergi ke sekolah…” Mendengar ucapan sang nenek, anak itu berhenti dari
tangisnya, dia memeluk nenek yang disayanginya, dia berterima kasih pada
neneknya.
Keesokan
harinya, dia berangkat ke sekolah bersama neneknya. Sampai disekolah nenek dan
cucunya itu, masuk ke ruang kepala sekolah, nenek itu mengungkap apa yang
menjadi tujuannya datang kesekolah itu bersama cucunya, mendengar penjelasan
sang nenek, kepala sekolah itu langsung menerima anak itu menjadi salah satu
murid di sekolah itu. Anak itu sangat senang mendengar bahwa dia sudah boleh
bersekolah seperti anak-anak lain. Malamnya dia terus menantikan hari yang dia
impikan, dia terus berkata dalam hatinya ,”besok
aku sekolah, aku akan sekolah…”, anak itu terus berkata dalam hatinya.
Hingga
tiba hari yang dia nantikan,hari dimana dia akan sekolah, dipikirannya hari itu
dia akan berangkat ke sekolah bersama orang tuanya seperti anak-anak lain, dia
berpikir jika dia bersekolah, maka orang tuanya akan datang dan mengantarnya
pergi ke sekolah, namun itu hanya khayalan baginya. Orang tuanya tidak datang
untuk mengantarnya. Dia pergi ke sekolah diantar neneknya.
Ada
sedikit rasa kecewa dalam hatinya, namun itu tidak mengurungkan niatnya untuk
bersekolah. Pada usia tiga tahun dia telah bersekolah di sebuah taman
kanak-kanak yang berada tidak jauh dari rumahnya, kurang lebih satu setengah
tahun dia belajar disekolah itu.
Saat
wisuda, kedua orang tuanya pulang dari kota, setelah bertahun-tahun
meninggalkan anak itu bersama kakek neneknya, mengetahui kedua orang tuanya
telah kembali, anak itu yang saat itu tengah di wisuda tanpa peduli dengan
sekitarnya, dia berlari menu kedua orang tuanya, suasana ditempat wisuda itu
tiba-tiba berubah menjadi haru, semua orang yang melihat kejadian itu
meneteskan air matanya.
Sesaat
kemudian, acara wisuda tersebut dilanjutkan, hingga pada saat pembacaan gelar
siswa terbaik sekolah itu, lalu sebuah nama disebut. Nama yang terdengar
menggelikan jika dijadikan nama seorang siswa terbaik sekolah, hingga tiga kali
pembawa acara menyebut nama itu.
Namun
pemilik nama itu tidak segera naik ke atas panggung, seakan tak percaya bahwa
namanya telah disebut. Hingga seorang wali dari siswa lain memanggilnya untuk
segera maju “Dani…!!, apa yang kau tunggu
nak? Namamu telah disebut telah dipanggil, segeralah naik keatas panggung!!!”.
Anak itu gugup mendengar namanya disebut, kemudian sekali lagi pembawa acara
memanggil nama itu dengan lengkap,”Dani
putra Ardika”, sebut pembawa acara wisuda itu.
Kemudian
anak itu maju ditemani ayahnya untuk mengambil penghargaan yang baru saja
diraihnya, anak itu tidak dapat bertutur kata sepatahpun, dia masih belum
percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Namun raut muka yang biasanya
tertunduk penuh beban, hari itu telah tegak menghadap para hadirin yang berada
ditempat itu, anak itu telah mendapat hadiah terindah pada hari terakhirnya
disekolah. Hanya satu kalimat yang terucap dari bibir kecilnya, “orang tuaku telah kembali..orang tuaku
sudah pulang!!!”, mendengar ucapan anak itu, segenap hadirin ditempat itu,
berdiri serentak memberi selamat pada anak itu.
Hari
itu adalah hari paling membahagiakan baginya. Usai acara itu, anak itu pulang
bersama kedua orang tuanya dan kakek nenek yang telah mengasuhnya selama ini.
Anak yang selama ini selalu terdiam sendiri, kini dapat bermain bersama teman-temannya.
Dani, begitulah orang-orang disekitarnya menyapanya.
Dua tahun telah berlalu semenjak
hari wisuda itu, Dani telah memasuki tahun kedua disekolah barunya, dia tumbuh
menjadi anak yang pandai bergaul dan bicara, dia tidak pernah merasa canggung
berbincang-bincang dengan orang dewasa atau yang baru saja dikenalnya. Tiada
yang menyangka bila hari itu telah merubah pribadinya.
Suatu
ketika saat diadakan tanya jawab antara guru dan murid disekolahnya, ada
seorang guru yang bertanya pada murid-murid, ”anak-anak,apa yang membuat kalian kesulitan dalam menangkap
pelajaran,,apa yang menjadi beban kalian dalam menerima pelajaran??”, tanya
guru itu. Semua anak terdiam, mereka tidak tau apa yang harus mereka katakan,
lalu terdengar suara kecil menyahut dari belakang, ”pak guru, apa kami boleh mengutarakan apa yang tidak kami sukai dari
sekolah ini?”, “tentu nak”,,sambung guru itu. Seketika itu, semua orang
menoleh kebelakang, mencari tahu, suara siapa yang baru saja merka dengar. Itu
adalah suara anak yang beberapa tahun silam mengisi hari-harinya dengan
kesendirian.
Semua
orang kaget dan kagum melihatnya, seorang anak kecil yang baru saja naik ke
kelas dua di sekolah dasar, telah meneriakan suaranya di depan semua murid dan
guru di sekolah itu, kemudian dia mengutarakan semua yang dianggapnya menjadi
bebannya dan teman-temannya. Kejadian itu adalah salah satu bukti, bahwa Dani
telah berubah, dari anak yang pendiam dan sulit bergaul, menjadi anak pemberani
yang mempunyai pengaruh bagi teman-teman disekitarnya.
Beberapa
bulan kemudian, masalah terjadi. Orang tua anak itu akan kembali berangkat
meninggalkan putra semata wayang mereka. Baru dua tahun dia merasakan
kehangatan keluarganya, tapi dia harus kembali hidup jauh dari kedua orang
tuanya, bersama kakek dan neneknya. Itu membuatnya kembali menjadi anak
pemurung, dia berubah menjadi anak yang keras kepala dan sulit diatur. Hingga
suatu hari dia bermain dengan salah seorang temannya, saat itu salah seorang
temannya memintanya untuk meminjamkan bola yang ada ditangannya, anak itu tidak
memberikan bola itu. Dia terus saja memainkan bola itu sendiri. Temannya
berniat meminjamnya untuk digunakan bermain bersama, namun dia masih saja
memainkan bola itu sendiri. Seorang teman yang berniat merebut bola itu,
mengambil bola itu dengan paksa. Anak itu menjadi emosi, dia mendorong temannya
hingga jatuh. Kemarahannya semakin menjadi-jadi saat teman-teman lain
mengolok-ngoloknya. Kejadian itu berlalu begitu cepat, dia tidak menyadari apa
yang baru saja dilakukannya. Dia baru saja melayangkan genggaman tangannya ke
muka salah seorang temannya. Beberapa saat setelah kejadian itu, dia dipanggil
ke ruang guru. Dia ditatar oleh salah seorang guru, tiada satu katapun yang
keluar dari mulutnya. dia minta maaf pada teman yang baru saja dia pukul.
Keesokaan
karinya, kakeknya dipanggil ke sekolah. Guru yang kemarin menatarnya, hari ini
mempertanyakan apa yang baru saja dia alami, hingga dia memukul temannya.
Kakeknya menjelaskan semua pada sang guru, guru itupun mengerti apa yang
dirasakan Dani. Kejadian hari kemarin terdengar hingga satu sekolah, predikat
Dani yang dikenal santun dan pengertian, saat itu juga berubah menjadi Dani
yang keras kepala dan kasar.
Tiga
bulan kemudian, ibunya pulang dari perantauan. Anak itu berubah menjadi pribadi
yang kasar dan keras kepala. Ibu yang tidak mengerti dengan sikapnya,
menanggapinya dengan cara yang salah. orangtuanya semakin menekan anak itu.
Anak itu akan berubah menjadi anak yang lebih baik, begitu anggapan mereka.
Tapi tidak, yofi semakin keras dan kasar, dia makin menjadi anak yang keras
kepala dan tidak menuruti kehendak orang tuanya.
Hari
berganti hari, waktupun terus berlalu. Dani yang duduk dikelas 2 SD tinggal
menghitung hari untuk siap menghadapi ujian kenaikan kelas. Tidak ada perubahan
yang berarti dalam dirinya, dia masih keras kepala. Hari ujian tinggal lima
kali dua puluh empat jam. Tiga hari sebelum ujian, bibinya akan menikah dua
bulan lagi. Dani sangat senang mendengar kabar itu, sudah tiga tahun dia tidak
berkunjung kerumah kakeknya diluar kota.
Beberapa
hari kemudian hari ujian tiba, Dani mengerjakan semua soal dengan baik. Selesai
penerimaan hasil belajar, anak itu berangkat bersama ibunya ke rumah bibinya
yang akan menikah.
Anak
itu tertidur di sepanjang perjalanan. Mungkin karena lelah, sampai dia tertidur
dijalan. Sampai rumah kakeknya, semua anggota keluarga telah berkumpul, anak
itu sangat senang bisa bertemu semua kerabat yang sudah tiga tahun tidak
bertemu. Hari yang membahagiakan itu berlalu dengan cepat. Hari pernikahan yang
ditunggu telah terlewat, semua anggota keluarga ikut berfoto di acara itu.
Beberapa hari setelah pernikahan itu, anggota keluarga yang lain pulang kerumah
masing-masing, tinggal Dani dan ibunya.
Anak
itu menemukan suasana yang berbeda dirumah bibinya itu. Dia memanfaatkan
hari-hari itu untuk berlibur di rumah bibinya. Dua minggu telah berlalu, hari
masuk sekolahpun telah tiba, namun anak itu enggan untuk pulang, dia ingin
tinggal lebih lama lagi disana. Melihat kebahagiaan keponakannya itu, bibinya
pun member penawaran yang menggiurkan untuk anak itu, “nak apa kau ingin bersekolah disini?,” tanya sang bibi, mendengar
ucapan bibinya, anak itu terdiam. Raut mukanya berubah, dahinya berkerut,
seolah memikirkan sesuatu yang berat. Bibinya tersenyum melihatnya, anak itu
masih terdiam, bibi itu berpaling darinya dan mendekat pada ibunya. Wanita itu
berkata pada ibu anak itu, ”Mbak,,gimana
kalau Dani biar sekolah disini saja?, nampaknya anak itu menyukai suasana
disini..”,, mandengar ucapan adik iparnya, ibu anak itu terdiam. Kemudian
berpaling mendekati anaknya. “Nak,,apa
kau ingin tinggal lebih lama lagi disini?, katakan nak… ibu tidak keberatan
jika kau ingin begitu” tanya ibu itu pada anaknya. Anak itu masih tetap
terdiam. Kemudia wanita itu berpaling dari anaknya yang Nampak bimbang.
Beberapa
saat kemudian, anak itu terbangun dan berjalan menuju kakeknya, dia berkata pada
kakeknya, ”Kek, gimana kalau aku sekolah
disini?”, tanya anak itu lugu. Sang kakek tersenyum dan menjawab, ”tentu, kau boleh sekolah disini, kakek
senang kalau kau mau tinggal disini”, jawab kakek itu. Anak itu tersenyum
setelah mendengar jawaban dari kakeknya, seolah mendapatkan sesuatu yang
menguatkannya.
Anak
itu berlari menuju ibunya yang berada didapur, ”Bu, aku mau sekolah disini…” ucap anak itu pada ibunya. Ibu itu
sejenak terdiam seolah takpercaya dengan apa yang baru dia dengar. “Kenapa bu??”, sambung anak itu, “Iya, kamu
boleh sekolah disini,,besok biar pamanmu urus kepindahanmu..”, jawab ibu
anak itu.
Keesokan
harinya, keesokan harinya pamannya pulang kerumah mereka untuk mengurus
kepindahan sekolahnya. Setelah sampai, paman itu langsung menuju ke sekolah
untuk mengurus kepindahan sekolah Dani ke rumah bibinya diluar kota. Setelah
semua selesai, lelaki itu segera kembali kerumah dimana anak itu tinggal
sekarang. Hari itu juga, Dani didaftarkan di salah satu SD di tempat daerah
itu, SD itu adalah SDN Tegal Rejo I, yang berjarak kurang lebih 6 Km dari rumah
itu.
Hari
itu dia mendaftar, esok hari dia mulai masuk di sekolah barunya. Dia merasakan
suasana baru yang berbeda dengan suasana dimana dia bersekolah dulu. Dalam
waktu singkat, anak itu memiliki banyak teman, karakter asli dari anak itu. Dia
mudah berbaur dengan lingkungan barunya, dia pandai bersosialisasi dengan
lingkungan yang baru saja dia masuk didalamnya.
Ada
yang menarik disini, teman-teman Dani bukan hanya berasal dari anak-anak sebayanya,
tetapi juga banyak kakak kelas yang menyukai kepribadian anak usia 7 tahun itu.
Diantara teman sebayanya, yang paling dekat dengan anak itu adalah Adi, Adi
Rachman Saputra lengkapnya. Sekalipun baru bertemu dengannya beberapa hari,
namun anak itu cepat mengerti dengan sifat-sifat yofi. Ada seorang dari kakak
kelasnya yang juga begitu dekat dengan anak itu, Arvi. Siswi kelas 5 ini sangat
menyukai anak itu, maklum dia tidak memiliki saudara, sama seperti Dani. Dia
sudah menganggap Dani seperti adik kandungnya sendiri, setiap permasalahan yang
sulit dipecahkan oleh anak itu, selalu dibantu oleh Arvi.
Tidak
hanya Arvi, masih ada satu lagi kakak kelas yang begitu erat hubungannya dengan
anak itu. Okta, dia juga salah seorang siswi kelas 5 sekelas dengan Arvi. Dia
juga masih sepupu Arvi, mereka bertiga berteman baik disekolah itu. Mereka
tinggal di satu desa yang sama, pantaslah jika mereka cepat saling mengenal.
Di
masa-masa ini, ada satu gejala yang pelan-pelan mengubah sifat dan perilaku
siswa kelas 3 itu. Mereka bertiga berteman baik, namun ada hal yang berbeda
antara hubungan anak itu dengan Arvi, dan hubungannya dengan okta, hubungan
Dani dan arvi yang mengacu pada persaudaraan berbeda dengan hubungan antara
Dani dan okta. Hari terus berganti, ada satu rasa yang mulai dirasakan oleh
kedua anak itu, rasa yang belum pernah tercetus dipikiran mereka. Hubungan
mereka yang semakin erat, berubah dari teman biasa menjadi yang takbiasa.
Keduanya
saling menyayangi satu sama lain. Namun sayang, hubungan itu tidak dapat
berlangsung lama.
Waktu
terus berlalu, 8 bulan kemudian terdengar kabar dari dari kakeknya didesa,
nenek yang dulu menyekolahkannya sakit. Dani dan ibunya diminta untuk pulang
kerumah kakeknya, untuk merawat neneknya yang tengah sakit.
Belum
genap setahun dia tinggal dirumah bibinya, dia harus kembali pulang kerumah
kakek neneknya. Hari terakhir dia berada dirumah bibinya, saat itu dia telah
memasuki tahun ajaran baru dikelas 4. Hari terakhir dia masuk sekolah, dia
ingin berpamitan dengan teman-teman yang selama ini membantunya. Semua teman
telah dia temui, ada salah seorang teman yang tidak dia temukan, okta. Saat dia
ingin berpamitan dengan semua teman, dia tidak menemukan okta di setiap sudut
sekolah, hari itu okta tidak masuk karena sakit. Hari terakhir dia disana, dia
tidak bertemu dengan gadis yang disayanginya. Sesal dalam hatinya, tak sempat
dia berpamitan dengan orang yang disayanginya.